Thursday 31 October 2013

Another Silent Love

Setiap orang memiliki rahasia dan hal-hal yang tak ingin diketahui oleh orang lain, hanya dia dan Tuhan yang tahu. Begitu pun aku, banyak hal yang tak bisa ku ungkapkan pada orang lain, hanya aku yang tahu. Sampai saat ini pun aku percaya bahwa tak ada orang yang dapat ku percaya. Setidaknya tak ada, sebelum Dia melangkah perlahan dalam duniaku.
Aku berbaring di sini, di tengah padang rumput dekat sekolah SMA ku dulu, di temani Mp4 dan earphone ku yang sedang memperdengarkan lagu Evanescence, Before the dawn. Aku menggumamkan lirik lagu itu, aku begitu menghayatinya. Pikiranku seakan ditarik kembali menuju 5 tahun yang lalu

Aku memakai seragam abu-abu putih. Aku bergegas karna waktu sudah menujukkan pukul 06:25. Terdengar suara klakson motor di depan rumahku.
“Ri, buruan! Kita udah mau telat nih,” teriak Dian
“Iya, iya bentar udah siap kok,” teriakku.
“Jangan lupa bawa PR Bahasa Inggris, Aku belum ngerjain,” teriaknya lagi.
“Iya, nih udah tak bawa nih, udah yuk berangkat,” ujarku seraya menghampirinya.
Dian selalu menjemputku saat sekolah karena rumah kita yang jaraknya berdekatan, mungkin sekitar 2 Km dan arah rumahku memang searah dengan SMA kita, dan kita satu kelas sejak kelas 1 SMA.
Dian itu unreasonable, aneh tapi baik banget, terutama sama orang-orang yang udah dekat sama dia.
Ponsel ku berdering, ternyata Dian yang menelponku.
“Halo”
“Halo, Ri anterin potong rambut ya, ni aku udah siap-siap mau berangkat ke rumahmu.”
“Ha?”
“Sekarang?”
 “Malem-malem gini?” tegasku.
“Iya, ya udah ya, 5 menit lagi aku nyampe. Buruan siap-siap!”
“Ha.. ha… halo… halo… Di…
“Ih… dasar nyebelin!”
15 menit kemudian Dian baru sampai di rumahku. Padahal Aku sudah siap sejak 10 menit yang lalu.
“He he, Ri, udah siap ya?”
“Menurut Lo?”
“iya, maaf deh, tadi motornya masih dipake ma Ayah.”
“Ya ya ya, alasan aja de Kamu tu, udah yuk berangkat deh.”

Seandainya rasa suka bisa aku kontrol, aku akan lebih memilih untuk tak merasakannya saat ini. Apa lagi cuma menyukai satu orang untuk waktu yang cukup lama dan memilih untuk tak mengatakannya.
“Kenapa harus Vero?”
“Apa gak ada orang lain?”
                Vero, aku sudah mengenalnya sejak 7 tahun yang lalu. Hampir semua hal tentang dia aku tahu, makanan favorit, kebiasaannya, musik favoritnya, hobinya, segalanya. Dia begitu menarik dan pekerja keras, banyak yang tertarik dengannya, termasuk Aku. Tapi aku tak pernah sekalipun mengatakan padanya. dan sampai saat ini pun aku tetap diam.
                Aku akan sangat senang saat guru memutuskan untuk membagi kelompok dan kebetulan aku ada dalam satu kelompok dengannya, seperti saat pelajaran bahasa inggris setelah jam istirahat ini berakhir. Benar-benar tak sabar menunggu jam pelajaran Bahasa Inggris ini.
                “Ri… Ri sini buruan!” teriak Dian dari dalam kelas.
                “Apa sih Di, kayak orang gila tau teriak-teriak kayak gitu.”
“Lo tau gak? Vero dikeluarin dari sekolah. Sekarang Dia lagi di ruang Kepala Sekolah. Tadi Gue gak sengaja denger obrolannya guru-guru pas Gue pipis di toilet Guru”
                “Wha… What? Maksudnya? Eh.. emang kenapa?”
                Ya, begitulah. Dian bilang kemaren ada satu keluarga datang ke rumah Vero, ternyata itu keluarga pacarnya Vero, dan mereka minta Vero bertanggung jawab atas kehamilan anak mereka. Dian adalah tetangga depan rumah Vero, jadi tak heran dia tahu kejadian di rumah Vero. Aku benar-benar tak percaya atas apa yang dikatakan Dian. Memang selama ini Vero terkenal agak nakal, tapi aku benar-benar tak menyangka akan sejauh itu.
                Vero tak pernah kembali ke sekolah lagi sejak hari itu. Padahal semangatku berangkat sekolah salah satunya untuk bertemu dia, apalagi saat menjadi satu kelompok dengannya. Ya walaupun kami cuma teman satu kelas dan tidak terlalu akrab, tapi itu cukup buatku.
                Hidupku harus terus berjalan, meskipun tanpa Vero, aku harus merelakan dia pergi dan belajar melupakannya. Dia memang bukan milikku dan tak pernah jadi milikku. Dian yang mengetahui perasaanku pada Vero selalu berusaha menghiburku dan selalu menemaniku.
                Akhirnya hari ini tiba, hari kelulusan ku. Aku datang telat, Dian memandangiku dari kejauhan, tak seperti biasanya Dia akan segera berteriak dan menghampiriku. Ku pikir mungkin karena dia sedang sibuk mengambil foto bersama teman-teman dan para Guru, dasar narsis!!!

                Tiba-tiba lamunanku tentang masa abu-abu putihku terbuyarkan oleh kehadiran lelaki tampan di depanku. Aku bergegas bangun dan berdiri. Dia mengatakan sesuatu padaku, tapi aku tak bisa mendengarkan perkataannya dengan jelas.
                “Hai… ir on, ir on” ucapnya sambil menunjuk ke arah telinga.
                “Ha? Apa? Telinga, oh earphone?”
                Aku segera melepaskan earphone ku dan masih tetap terpesona dengan ketampanan laki-laki di depanku. Dia tampak sebaya denganku, ah, tidak, Dia sedikit lebih muda dariku, dan sepertinya dia tak asing bagiku. Tapi siapa Dia?
                “Masih ingat aku?” udah lama kita gak ketemu ya,” kenangnya.
                “Em, eh Kamu… kamu si…
                “Oh ya Kak, nih Aku disuruh Kakakku buat kasih ini.”
                “Kakak? Ini apa?”
                Aku membuka box yang diberikan laki-laki di depanku, aku belum bisa mengingat secara jelas dia itu siapa. Dan, isi box itu menegaskan padaku siapa dia sebenarnya.
                Aku mengambil kotak musik berbentuk bola kristal itu, di dalam bola kristal itu, ada dua boneka kodok, di bagian dada tertulis “R” dan “D” di dada boneka yang lain.
Aku memainkannya dan dia mulai mengeluarkan bunyi indah kesukaanku, tapi kali ini ada yang berbeda, bukan lagu Fur Elise yang dihasilkannya, bukan! Tapi nada itu, aku tahu nada itu, ya aku ingat, lagu itu, salah satu lagu favoritku juga. Touch my heart yang dinyanyikan oleh Film Rattapoom, penyanyi Thailand favoritku. Dan… apa ini? sebuah tulisan terukir di bagian bawah kotak musik ini.

Did  you ever fall in  love
but can only keep it in Your heart?
But now, I want You to do something.
Touch my heart…
You’ll know that I LOVE YOU
More than anyone else…
                Adian Permana…
               
                Aku termenung dan sungguh tak menyangka. aku membaca kalimat itu berulang-ulang. Dan sekali lagi, laki-laki di depanku yang akhirnya sudah ku kenali itu tiba-tiba membuyarkan lamunanku.
                “Kak, hoe… Kak…
                “eh… em…i.. iya”
                “Jangan nglamun aja.”
                “Dian, Dimana Dia sekarang?”
                “Kakak ada di lapangan basket sekolah.”
                Aku segera berlari menuju ke lapangan basket.
Dan…
Aku menemukannya, nafasku masih terengah-engah. Dia berbalik, menatapku dan tersenyum padaku. Dia mendekat padaku, Aku belum bisa berkata apa-apa. Saat dia benar-benar ada di depanku, aku memasangkan earphone ku ke telinganya dan ku play lagu Evanescence-Bring me to life.

How can you see into my eyes, like open door
Leading you down into my core, where I’ve become so numb
Without a soul, my spirit sleeping somewhere cold
Until you find it there and lead it back home
Wake me up inside
Call my name and save me from the dark…

                Dia melepas earphone ku dan mengalungkannya padaku.
                “Amy Lee, tak bahagia dengan kehidupan percintaannya, kemudian bertemu seseorang yang menasehatinya untuk tak selalu menutupi perasaannya, keluar dari keterpurukannya dan hidup lebih bahagia. Lalu dia teringat akan teman lamanya, Josh Hartzler dan menciptakan lagu ini. Dan pada akhirnya Josh melamar Amy dan mereka menikah. Jadi apakah lagu ini adalah sebuah jawaban untukku?”
                Aku benar-benar tak bisa berkata apa-apa, mungkin karena aku terlalu terengah-engah, tapi mungkin juga karena aku bingung harus berkata apa. Dan satu-satunya kalimat yang keluar dari mulutku hanyalah…
                “Ya, Darling. Bring me to life!”
“Ri, I’ve loved you from the very first time we met, from now on, and I’ll love you forever more. I’ll bring you to life again”
Aku hanya bisa menangis dalam peluknya.
Dia lah yang aku cari selama ini…
Dialah lagu yang ku gumamkan dalam setiap lamunanku, tingkah yang selalu mengembangkan senyumku, suara yang memompa semangatku, wajah yang muncul dalam setiap pejaman mataku. Before the dawn, lambang kesuraman hatiku akhirnya di sinari sentuhan hati yang membawaku hidup kembali.
Terkadang kita mencari terlalu jauh, hingga tak menyadari sebenarnya yang kita cari ada di sekeliling kita. Dan terkadang kita terlalu takut untuk mengungkapkan sebuah kebenaran dan menyimpannya sendiri. Jadi ungkapkanlah sekarang juga, don’t waste your precious time anymore!

*^--^*

Saturday 23 June 2012

Gue pengen mbagi cerita Gue hari ini dikit Guys,


Jadi gini, tadi sepulang dari berjuang mencari ilmu, Gue dengan semangat menuju rumah kontrakan, sesampai didepan pintu Gua treak-treak manggilin temen satu kontrakan Gue, dan gak ada jawaban sama sekali, terus Gue merenung,
kemudian tersentak dan berteriak,
"MAAAAAK, ANAKMU LUPA G BAWA KUNCI RUMAAAAAH"

Akhirnya kekost temen bentar makan dawet dan disinilah Gue akhirnya, ICT lt 1 di temani Joe, laptop kesayangan Gue,
Gue mulai colok2 charger dan ternyata pemirsa...
LISTRIKNYA GAK BISA....

Mak, anakmu terlantar MAk....